Diperbarui tanggal 8/Nov/2022

Bahasa Prokem 

kategori Bahasa dan Sastra Indonesia / tanggal diterbitkan 8 November 2022 / dikunjungi: 1.40rb kali

Pengertian Bahasa Prokem

Bahasa prokem adalah ragam nonstandar bahasa Indonesia yang lazim di Jakarta pada tahun 1970-an, kemudian digantikan oleh ragam yang disebut bahasa prokem (Kridalaksana, 2008). Bahasa prokem diartikan sebagai bahasa preman yang memiliki unsur kerahasiaan agar tidak diketahui oleh orang banyak. Bahasa berkembang menyesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat. Kebutuhan masyarakat pun seiring berjalannya waktu mengalami kemajuan. Begitu juga dengan remaja, bahasa yang digunakan oleh remaja memiliki variasi yang beragam. Salah satunya adalah bahasa prokem. Bahasa prokem yang dapat kita kenal sebagai bahasa gaul merupakan bahasa yang digunakan oleh para remaja. Awalnya bahasa ini hanya digunakan oleh remaja yang memiliki pemahaman satu sama lain namun karena perkembangan zaman bahasa ini meluas dan banyak digunakan oleh masyarakat walaupun tidak banyak yang menggunakan dan mengetahui arti bahasa tersebut. (Sumarsono, 2008) menyatakan kemunculan kata-kata “baru” itu, dilihat dari segi kebahasaan, menambahkan kekayaan perbendaharaan kata, setidaknya untuk kalangan remaja. Beberapa kata mungkin sudah meluas, tidak hanya pada kalangan remaja saja, dan tidak hanya di kalangan remaja Jakarta.

Menurut Ismiyati (2011) dalam skripsinya menyebutkan bahwa bahasa prokem digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja selama kurun waktu tertentu. Sarana komunikasi ini diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan informasi yang tidak boleh diketahui oleh kelompok usia lain terutama oleh kalangan orang tua. Bahasa prokem sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an. Awalnya, istilah-istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi pembicaraan dalam komunitas tertentu. Tetapi kerena sering dipakai di luar komunitasnya, semakin lama istilah-istilah tersebut menjadi bahasa sehari-hari. Bahasa prokem awalnya digunakan oleh para preman yang kehidupannya dekat sekali dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orang-orang di luar komunitas mereka tidak tahu. Dengan begitu mereka tidak sembunyi-sembunyi lagi untuk membicarakan hal-hal negatif yang akan atau telah mereka lakukan. Akhirnya mereka yang bukan preman ikut-ikutan menggunakan bahasa itu dalam pembicaraan sehari-hari sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia Mastuti dalam (Mumpuniwati, 2009). 

Adapun karakteristik dari bahasa prokem menurut Flexner dalam (Murti, 2016) mencirikan bahasa gaul atau bahasa prokem sebagai berikut. 

  1. Merupakan ragam bahasa yang tidak resmi.
  2. Berupa kosakata yang ditemukan oleh kelompok orang muda atau  kelompok sosial tertentu dan cepat berubah.
  3. Menggunakan kata-kata lama atau baru dengan cara baru atau arti baru.
  4. Dapat berwujud pemendekan kata seperti akronim dan singkatan.
  5. Dapat diterima sebagai kata popular namun akan segera hilang dari pemakaian.
  6. Merupakan kreasi bahasa yang terkesan kurang wajar.
  7. Berupa kata atau kalimat yang tidak lazim dalambahasa Indonesia.
  8. Mempunyai bentuk yang khas melalui macam-macam proses pembentukan.
  9. Berdasarkan proses pembentukannya, ada kemiripan bunyi dengan kata asalnya. 

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa prokem ini merupakan bahasa nonstandar yang digunakan oleh remaja yang memiliki struktur yang berbeda dari aturan bahasa Indonesia pada umumnya sehingga dapat menciptakan kata-kata baru yang bersifat temporal. Karena bahasa yang sifatnya dinamis sehingga bahasa prokem ini dapat menyesuaikan dengan keadaan sosial masyarakat yang pada mulanya hanya digunakan oleh remaja Jakarta, namun kini telah menyebar ke daerah perkotaan lainnya. Selain itu, bahasa prokem juga diyakini oleh remaja dapat menjalin keakraban dan dapat mencairkan suasana supaya tidak kaku dalam berkomunikasi.

Fonologis Bahasa Prokem 

Fonologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang bunyi bahasa. Saussure dalam (Yendra, 2018) mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi-bunyi bahasa manusia, bunyi bahasa yang dimaksud adalah bunyi yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan-satuan akustis yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran bahasa. (Muslich, 2011) menjabarkan bunyi tersebut dapat dipelajari dengan dua sudut pandang. Pertama, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya sebagai bahan mentah. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar demikian lazim disebut fonetik. Keraf dalam 
(Yendra, 2018) mendefinisikan fonetik merupakan ilmu yang menyelidiki dan menganalisis bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. 

Kedua, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Dalam hal ini, bunyi-bunyi ujar merupakan unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan sekaligus berfungsi sebagai pembeda makna, disebut dengan istilah fonemik (Muslich, 2011). (Muslich, 2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa perubahan bunyi dalam kajian fonologis. Perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, disimilasi, modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, anaptiksis.

  1. Asimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama.
  2. Disimilasi merupakan perubahan dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang berbeda.
  3. Modifikasi vokal merupakan perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya.
  4. Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan.
  5. Zeroisasi, merupakan penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonimisasi pengucapan. Peristiwa ini terus berkembang sesuai kesepakatan komunitas-komunitas penuturnya.
  6. Metatesis, adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Metatesis juga didefinisikan perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata.
  7. Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal menjadi dua bunyi vokal rangkap.
  8. Monoftongisasi, merupakan perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap diftong menjadi vokal tunggal (monoftong).
  9. Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan.

Morfologis Bahasa Prokem 

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata; atau morfologi mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik Ramlan dalam (Tarigan, 1987). (Verhaar, 2001) menyatakan morfologi mengidentifikasikan satuan- satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Mulai dari unsur terkecil sebagai bagian pembentukan kata. Objek kajian dari penelitian ini yaitu menganalisis struktur atau susunan suatu kata sehingga memiliki perubahan- perubahan baik secara fungsi maupun makna dari kata tersebut. 

Adapun bahasa prokem yang digunakan oleh remaja ini memiliki berbagai macam bentuk. (Kridalaksana, 2008) menjelaskan proses morfologis  sebagai proses yang mengubah leksem menjadi kata. Proses-proses morfologis yang utama yaitu derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi (pemendekan), komposisi (perpaduan), dan derivasi balik. Mereka seringkali menyingkat kata atau memendekkan agar lebih praktis sehingga kata tersebut memiliki bentuk baru. Hal inilah yang dinamakan abreviasi.  (Kridalaksana, 2007) mendefinisikan abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi ini terdiri dari singkatan, penggalan, akronim, kontraksi dan lambang huruf, namun dalam penelitian ini hanya mencakup tiga aspek yakni singkatan, penggalan dan akronim berdasarkan bentuk kosakata bahasa prokem. Singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan hubungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: KKN (Kuliah Kerja Nyata) maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti: dll (dan lain-lain). Penggalan, yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian leksem, seperti: Prof (Profesor). Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti: ABRI /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/. 

Fungsi Bahasa Prokem 

Jacobson dalam (Suparno, 2002) membagi fungsi bahasa menjadi enam fungsi, yakni:

  1. Fungsi emotif, berfungsi untuk mengungkapkan rasa gembira, kesal, sedih dan sebagainya. Pada fungsi emotif, tumpuan pembicara ada pada penutur.
  2. Fungsi konatif, berfungsi terjadi apabila kita berbicara dengan tumpuan pada lawan tutur, agar lawan bicara kita bersikap atau berbuat sesuatu. Fungsi konatif bertujuan untuk menimbulkan reaksi pada petutur (misalnya menyuruh, melarang, mengajak dsb).
  3. Fungsi fatik digunakan hanya untuk sekadar mengadakan kontak dengan orang lain.
  4. Fungsi referensial digunakan pada saat membicarakan suatu permasalahan dengan topik tertentu. Dalam fungsi referensial ini, tumpuan pembicaraan ada pada konteks.
  5. Fungsi puitik digunakan apabila hendak menyampaikan suatu amanat ataupun suatu pesan tertentu.
  6. Fungsi metalingual digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang terakit dengan bahasa itu sendiri agar menjadi lebih jelas.